Minggu, 10 Oktober 2010

Mengkritisi Peran Aparat dalam Kekerasan Massa

Kamis, 7 Oktober 2010 - 18:06 wib

Foto: dok. pribadi

KEKERASAN massa nampaknya menjadi permasalahan yang sedang hangat untuk kita bicarakan, sekaligus mencari penyebab serta solusinya. Banyak media massa baik elektronik ataupun surat kabar menjadikan kekerasan massa sebagai headline dalam berita mereka.

Tentunya masih ingat dengan aksi kekerasan massa mulai dari kasus kerusuhan makam Mbah Priuk, masalah kasus HKBP dan yang paling terkini adalah kasus kekerasan massa di Jl. Ampera Jakarta dan masih banyak aksi kekerasan massa yang lainnya baik di tingkat nasional maupun di tingkat primordial.

Hal ini tentunya menjadi permasalahan serius bagi bangsa ini, ketika bangsa ini sedang karut marut oleh keaadaan politik ataupun masalah budaya aksi kekerasan massa seolah menjadi duri tajam di tengah ranjau paku yang sedang dialami oleh bangsa ini. Kekerasan massa seolah menambah kacaunya negara ini dan menjadi bukti nyata jika rasa persatuan dan budaya kerukunan sudah mulai pudar bahkan bisa jadi sudah mulai matinya budaya kerukunan bangsa ini. Lalu sebenarnya apa yang menjadikan maraknya aksi kekerasan massa saat ini dan bagaimana dengan peran negara yang seharusnya menjadi garda depan dalam kontrol pengamanan bangsa ini?

Tentunya hal ini harus dilihat dari berbagai sudut, mulai dari politik, ekonomi, sosial dan budaya. Aksi kekerasan massa tidak hanya dapat dilihat dari satu persoalan dan satu sebab saja. Banyak faktor yang menjadikan aksi kekerasan massa sekarang ini marak dilakukan baik di tingkat nasional dengan kasus terorisme, maupun di tingkat primordial dengan kasus kekerasan massa yang bertajuk masalah suku, agama dan ras (SARA).

Hak setiap orang untuk mendapatkan perlindungan dan kedamaian saat ini nampaknya sudah semakin sulit diperoleh. Lalu di manakah kontrol negara melalui aparat kepolisannya yang seharusnya mengayomi dan melindungi masyarakat dan sebagai preventif dalam kasus kekerasan saat ini. Peran aparat negara kini semakin tidak dipercaya oleh masyarakat, polisi seolah menjadi suatu alat hagemoni pemerintah atau kalangan elit tertentu. Buktinya kita lihat dalam kasus makam Mbah Priuk dan kasus masalah penggusuran lainya yang berujung bentrok fisik, yang justru terjadi antara masyarakat dan aparat negara yang seharusnya menjadi pelerai dalam kasus ini.

Tanpa bermaksud menghilangkan peranan aparat negara, Kasus semacam ini seolah menunjukan bahwa rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap kontrol negara melalui aparatnya sudah mulai pudar. Selain seharusnya bertindak sebagai pelerai dan pencegah aksi kekerasan justru aparat terkadang menjadi aktor dalam kasus kekerasan massa ini.

Ada beberapa solusi yang bisa ditawarkan dalam kasus semacam ini diantaranya adalah dengan mengembalikan rasa kepercayaan masyarakat terhadap aparat negara, agar peranan aparat yang seharusnya menjadi pelerai dalam kasus kekerasan tidak disokong oleh kepentingan politik ataupun kaum elit lannya. Selain itu budaya kerukunan juga harus selalu ditananmkan oleh setiap orang, rasa saling menghormati dan saling menghargai harus selalu tertanam di hati setiap orang agar konflik masalah SARA tidak akan pernah kita lihat lagi. Dan perlu satu kesadaran oleh setiap orang yakni kembali pada pancasila yang mengajari kita hidup damai dan saling menghormati antarsesama. Agar bangsa ini tidak diisi oleh berita-berita kekerasan tetapi diisi oleh berita-berita prestasi yang patut kita banggakan.

Dedi Prestiadi
Ketua BEMP KI STAIN Purwokerto
Mahasantri Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto(//rhs)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar