Minggu, 10 Oktober 2010

Memutus Akar Anarkisme Massa

Rabu, 6 Oktober 2010 - 17:19 wib

Foto: dok. pribadi

PEMBAHASAN mengenai kekerasan mengemuka kembali. Seperti biasa latah kekerasan di negeri ini kerap muncul secara bersamaan atau muncul secara periodik. Kemunculan kekerasan di negeri ini juga dipicu oleh berbagai hal, mulai dari urusan kacangan sampai masalah yang ‘berat’.

Membincangkan kekerasan di negeri ini mungkin dirasa ganjil atau sumbang jika harus dihadapkan pada identitas sebagai bangsa yang konon peramah, gotong royong, dan cinta damai. Identitas tersebut kini tergadai dan entah kapan kita bisa menebusnya kembali.

Kekerasan harus dienyahkan dari peta sosiologis manusia Indonesia. Pelaksanaan di lapangan guna mengenyahkan kekerasan tersebut rasanya terlalu rumit dan kerap menggunakan pendekatan yang represif. Padahal melenyapkan kekerasan dengan metode ‘kekerasan’ juga akan tentunya melahirkan produk kekerasan baru yang lebih massif.

Kekerasan antar-etnis dengan sikap primordial kesukuan yang tak kunjung tamat dari republik ini bisa dijadikan parameter bahwa pendidikan karakter kebangsaan dengan wawasan nusantara masih jauh panggang dari api. Kedua etnis sama-sama menggunakan sindrom chauvinisme yakni mengunggulkan entitasnya sendiri dan meremehkan entitas lainnya. .

Kekerasan antar umat beragama juga menimpa bangsa ini. Persoalan beda pemahaman dan keyakinan kemudian ditambah dengan lemahnya semangat toleransi menjadikan ini semua seperti sumbu yang siap disulut kapan saja. Kalau memang kekerasan acapkali disangkutpautkan dengan penafsiran keagamaan maka imbasnya nama baik agama sendirilah yang menjadi korbannya. Agama yang sejatinya ramah dan penuh kedamaian dihadirkan dalam bingkai tumpahan darah.

Kekerasan juga bisa diakibatkan oleh persoalan ‘perut’ (ekonomi). Ketika fenomena yang miskin semakin miskin dan kaya semakin kaya, pemerataan ekonomi berjalan seret, harga komoditas pangan melambung tinggi, ketidakpastian penegakan hukum serta keadilan sosial yang menjadi prinsip bangsa ini jaraknya seperti bumi dan langit, maka kekerasan model ini (rakyat berontak) akan teramat mudah tercipta.

Peran Pemerintah

Kontrol negara mengatasi anarkisme massa yang bersifat represif dan biasanya dengan model mempertemukan kedua belah pihak yang bertikai, dalam satu meja memang langkah tepat untuk jangka pendek. Namun, tak cuma itu. Memutus akar kekerasan secara sistematis dan berkelanjutan adalah hal yang penting. Untuk itulah dibutuhkan langkah-langkah konkret yang sifatnya jangka panjang guna meredam anarkisme massa tersebut.

Kekerasan antar-etnis kiranya dapat diredam dengan memberikan pendidikan wawasan kebangsaan di institusi-institusi pendidikan, LSM-LSM serta media massa. Tujuannya adalah terciptanya perasaan saling memiliki terhadap bangsa ini dalam menjaga keutuhan NKRI.

Kekerasan yang melibatkan agama bisa diatasi dengan jalan membuka pintu dialog sebanyak-banyaknya antar pemeluk agama yang difasilitasi oleh negara. Ini semua bertujuan agar tercipta sikap saling toleran satu sama lain.

Kekerasan karena urusan ‘perut’ juga mestinya bisa redam oleh pemerintah dengan usaha pemerataan ekonomi, penyediaan lapangan kerja berbasis padat karya, dan penegakan hukum tanpa pandang bulu.

Kalau negara masih saja meredam anarkisme massa dengan hanya melakukan pendekatan jangka pendek saja, maka disintegrasi bangsa menjadi taruhannya. Mau?


Muhammad Itsbatun Najih
Mahasiswa Fakultas Adab & Ilmu Budaya
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
(//rhs)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar