Kamis, 27 Januari 2011

Mengungkap Rahasia Dibalik Julukan Kota Tahu untuk Kediri

Selasa, 30/11/2010 06:53 WIB
Mengungkap Rahasia Dibalik Julukan Kota Tahu untuk Kediri
Samsul Hadi - detikSurabaya

Kediri - Selain dikenal sebagai penghasil rokok terbesar di Indonesia, Kota Kediri juga dikenal sebagai Kota Tahu. Sebutan kota tahu untuk Kota Kediri tak lepas dari sejarah masuknya warga Cina ke Indonesia pada tahun 1900 silam.

Dari ribuan orang yang datang ke Indonesia, beberapa diantaranya ke Kediri. Saat itu belum terjadi pemisahan kota dan kabupaten.

Dari beberapa orang yang ke Kediri, 3 diantaranya dikenal sebagai pelopor pembuatan tahu, yaitu Liem Ga Moy, Bah Kacung dan Kaou Loung. Hingga saat ini penerus dari 3 orang tersebut masih mempertahankan usaha yang dirintis leluhurnya, kecuali Kaou Loung.

"Di Jalan Patimura dulu masih ada, tapi sekarang sudah gak buka. Gak tahu kenapa, yang jelas sekarang dari generasi pertama yang masih bertahan hanya anak turun ayah saya dan Bah Kacung," kata Liem Djang Yen, salah seorang anak lelaki Liem Ga Moy kepada detiksurabaya.com, yang menemuinya di lokasi produksi, Jalan Yos Sudarso, Kediri, Selasa (30/11/2010).

Liem Djang Yen yang memiliki nama Indonesia Bambang Suyendro mengungkapkan keputusan ayahnya membuat tahu di Kediri tak lepas dari penilaian air di lokasi rantau memiliki kesamaan dengan di Cina. Dalam proses pembuatannya, tahu yang diklaim sebagai makanan khas bangsa Cina dan bernama tofu itu diyakini tidak segampang membalikkan telapak tangan. Jenis air dianggap sangat berpengaruh terhadap hasil akhir.

"Ayah saya mulai membuat tahu ini pada tahun 1948 di Pesantren (Kecamatan Pesantren), setelah hampir 20 tahun bermukim di Tawang, Wates. Kisaran tahun 1950 usaha ayah saya semakin maju, tapi tetap belum bermerek," ungkap Liem menjelaskan.

Kualitas yang terjaga tetap apik menjadikan tahu produksi Liem Ga Moy, semakin dikenal, begitu juga dengan Bah Kacung dan Kaou Loung. Kondisi ini menjadikan karya mereka semakin dikenal dan turut mengangkat nama Kota Kediri hingga berujung pada disematkannya sebutan Kota Tahu.

"Saya katakan tadi, bangsa Cina yang masuk ke Indonesia, hanya di Kediri yang membuat tahu. Kalau terus sekarang Sumedang menyebut dirinya kota tahu, itu pengembangan dari sini," tutur Liem.

Hingga saat ini sedikitnya 20 merek tahu kuning ada di Kota Kediri, yang keseluruhannya dikelola dan dijalankan oleh WNI keturunan Cina. Mereka mengaku merupakan anak keturunan 3 tokoh pencetus industri tahu di Kota Kediri.

Menapak Jejak Kebesaran Kerajaan Kediri dari Peninggalannya

Kamis, 27/01/2011 07:41 WIB
Menapak Jejak Kebesaran Kerajaan Kediri dari Peninggalannya
Samsul Hadi - detikSurabaya

Kediri - Kerajaan Kediri pernah mencapai kejayaan pada tahun 1135 - 1159 Masehi silam. Ribuan tahun berselang kebesaran tersebut masih dapat ditemukan dari sejumlah peninggalannya, setelah sebelumnya seluruh aset diyakini tenggelam akibat terkubur oleh material vulkanik yang dimuntahkan sejumlah gunung berapi di sekitarnya.

Lazimnya sejumlah peninggalan bersejarah, terutama dari zaman pra sejarah, tak sedikit diantaranya yang memiliki kandungan cerita mistis.

Dalam catatan sejarah Kerajaan Kediri adalah penyatuan dari 2 kerajaan berbeda yang
sebenarnya terikat dalam persaudaraan, yaitu Panjalu dan Jenggala. Penyatunya adalah
Raja Jayabaya, yang selanjutnya juga dicatat sebagai raja paling sukses dalam capaian kebesaran tersebut.

Informasi yang berhasil dihimpun detiksurabaya.com menyebutkan, nama Kediri sendiri
pertama kali diketahui berdasarkan Prasasti Harinjing B yang ditafsir ditulis pada tahun 842 S atau 921 Masehi. Isi prasasti yang menuliskan Kediri adalah sisi verso (sisi belakang) baris ke enam belas, yaitu I Sri Maharaja Mijil Angken Cetra Ka 3, I Sang Pamgat Asing Juru I Kadiri Ri Wilang.

"Itu bahasa Sansekerta yang kalau diartikan kurang lebihnya adalah Sri Maharaja setiap bulan Cetra tanggal 3, dan kepada sang pamgat (penjamu orang) asing di Kadiri Desa Wilang," ungkap dosen ilmu sejarah Universitas Nusantara PGRI Kota Kediri, Zainal Afandi, saat berbincang dengan detiksurabaya.com, Senin (24/1/2011).

Sementara sejumlah peninggalan yang menandakan kebesaran Kerajaan Kediri, dapat dijumpai diantaranya dari bangunan Pamuksan Sri Aji Jayabaya yang dibangun di Desa
Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Bangunan itu didirikan oleh Yayasan Hondodento, Yogyakarta, sebagai bentuk penghargaan atas kebesaran Jayabaya. Proses
pembangunannya sendiri berakhir pada tahun 1983 silam.

"Bisa juga itu dikatakan peninggalan, meski sebenarnya adalah bangunan baru. Konon
disana adalah pamuksan, atau tempat dimana Raja Jayabaya diyakini terakhir kali ditemui ada di dunia," sambung Zainal.

Bangunan Pemuksan Sri Aji Jayabaya sendiri banyak diyakini memiliki sisi mistis, dimana dipercaya sebagai tempat yang mujarab untuk pemanjatan permohonan. Secara fisik bangunannya berpusat pada Loka Muksa yang terdiri dari lingga dan yoni berbentuk menyatu dengan sebuah manik (batu bulat berlubang di bagian tengah yang menyerupai mata). Secara keseluruhan, bangunan ini dikelilingi pagar beton bertulang yang dilengkapi tiga buah pintu. Konon, tiga pintu ini merepresentasi tingkat kehidupan kita yang meliputi lahir, dewasa, dan mati.

Di kompleks yang sama juga didirikan bangunan Loka Busana dan Loka Tahta, yang dianggap menggambarkan tempat penyimpanan busana Sri Aji Jayabaya sebelum muksa, serta tempat penyemayaman tahta kekuasaan.

"Disini kalau Kamis malam Jumat Legi dan Selasa Kliwon, pasti ramai. Kalau mau
membuktikan monggo datang kesini," ujar juru kunci pamuksan, Mbah Suratin.

Suratin lantas mengungkapkan, tingkat kemujaraban Pamuksan Sri Aji Jayabaya sebagai
tempat pemanjatan permohonan tak hanya dipercaya masyarakat awam, melainkan sejumlah pejabat di Indonesia. Sejumlah nama besar diakuinya rutin datang ke lokasi tersebut, diantaranya Wakil Ketua KPK Bibid Samad Rianto, mantan Panglima ABRI Wiranto, mantan Pangkostrad yang saat ini menjabat Ketua HKTI Prabowo, mantan Ketua MPR RI Harmoko, mantan Ketua DPR RI Akbar Tanjung dan nama-nama lainnya.

"Disini tidak hanya pejabat, artis juga ada. Saya sendiri kalau diminta menyebut satu persatu sudah nggak hafal lagi, karena kalau artis biasanya juga yang datang orang utusan," lanjut Mbah Suratin.

Terkait proses pendirian Pamuksa Sri Aji Jaya, Mbah Suratin menjelaskan, diawali dari lelaku rogoh sukmo oleh Bopo Pleret, seorang ahli nujum dari Yayasan Hondodento yang akhirnya meyakini di Desa Menang adalah lokasi dimana Raja Jayabaya terakhir kali berada di dunia.

"Mungkin kalau dinalar tidak bisa. Tapi disinilah saya juga yakin memang disini tempat dimana Sri Aji Jayabaya muksa," pungkasnya.


Ket Foto: Pamuksan Sri Aji Jayabaya di Desa Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, dipercaya sebagai lokasi dimaa sang raja Kerajaan Kediri tersebut terakhir kali ada di dunia sebelum muksa (hilang tanpa jejak).

Arca Totok Kerot, Sebuah Cerita Rakyat Bukti Kesaktian Sri Aji Jayabaya

Kamis, 27/01/2011 15:36 WIB
Menapak Jejak Kerajaan Kediri
Arca Totok Kerot, Sebuah Cerita Rakyat Bukti Kesaktian Sri Aji Jayabaya
Samsul Hadi - detikSurabaya

Kediri - Sosok Sri Aji Jayabaya memang menjadi sentral dalam perjalanan Kerajaan Kediri, karena selain menjadi raja paling sukses juga dikenal memiliki kesaktian tak tertandingi. Salah satu buktinya saat ini dapat dijumpai di Arca Totok Kerot, dimana berdasarkan cerita rakyat patung tersebut tercipta sebagai akibat dari sabda yang dikeluarkan sang raja.

Arca Totok Kerot berada di Desa Bulupasar, Kecamapatan Pagu, Kabupaten Kediri, atau
sekitar 10 kilometer sebelah selatan Pamuksan Sri Aji Jayabaya di Desa Menang.
Perwujudannya berupa seorang buto atau raksasa perempuan dengan rambut terurai, duduk jongkok satu kaki tegak, mata melotot, mengenakan mahkota dan kalung berbandul terkorak dan satu lengan sebelah kiri putus.

"Arca ini ditemukan sejak jaman penjajahan Jepang dulu. Kalau lengannya yang putus
itu karena dipaksa diangkat pada jamannya Belanda dulu," kata Slamet, pemilik warung
di sekitar lokasi Arca Totok Kerot, saat berbicang dengan detiksurabaya.com, Kamis
(27/1/2011).

Slamet menambahkan, meski berupa arca Totok Kerot diyakini masih 'hidup' dan itu bisa diketahui oleh sejumlah orang yang memiliki keahlian khusus. Dia sendiri mengaku pernah menjumpainya dalam mimpi sebanyak 2 kali, dimana Totok Kerot adalah jelmaan seorang putri berparas cantik dengan pakaian khas kerajaan. "Itulah kenapa tangannya putus saat diangkat. Dia tidak mau dipindahkan dipaksa, jadinya ya begitu," sambungnya.

Mengenai siapa sebenarnya Totok Kerot, dalam sebuah cerita rakyat yang terkenal di
Kabupaten Kediri arca tersebut adalah penjelmaan puteri cantik dari seorang demang
di Lodoyo, Blitar. Dia berkeras ingin diperistri oleh Sri Aji Jayabaya, meski keinginannya tersebut ditentang oleh sang ayah.

Karena tak mendapatkan restu orang tua, sang puteri nekat datang ke Kediri dan terlibat peperangan dengan pasukan dari kerajaan, dimana dikisahkan kemenangan akhirnya berpihak kepadanya. Sebagai tuntutan atas kemenangannya, sang puteri berkeras ingin ditemui oleh Sri Aji Jayabaya, dimana apabila keinginan tersebut tak dikabulkan dia akan membuat onar.

Tuntutan sang puteri terkabulkan, dimana saat berhasil bertemu dengan Sri Aji Jayabaya dia kembali menyampaikan keinginannya untuk diperistri. Namun Sri Aji Jayabaya bersikukuh menolak keinginan sang puteri dan terjadi perang tanding diantara keduanya. Setelah sang puteri terdesak, Sri Aji Jayabaya mengeluarkan sabda dengan menyebut sang puteri memiliki kelakuan seperti buto, hingga akhirnya terwujudlah sebuah arca raksasa.

"Soal nama Totok Kerot asalnya dari mana saya tidak tahu, cuman inilah bukti bagaimana Jayabaya memang sakti. Sekali ucap saja bisa jadi apa yang diinginkannya," tambah Slamet tegas.

Slamet juga mengatakan, entah karena memang kesaktian sang puteri dari Lodoyo, Blitar, atau berkah dari kehebatan Sri Aji Jayabaya, arca Totok Kerot saat ini diyakini memiliki daya magis yang luar biasa besar. Setiap harinya pengunjung hampir pasti ada, dimana mereka selalu memanjatkan keinginan sesuai dengan apa yang diyakininya.

"Dari Blitar, Jombang, Surabaya sampai Jawa Tengah ada yang datang kesini. Biasanya
mereka obong-obong (ritual) di sekitar arca dan memanjatkan keinginan," pungkas
Slamet.

Goa Selomangleng, Tempat Pertapaan Puteri Raja Erlangga

Kamis, 27/01/2011 17:13 WIB
Menapak Jejak Kerajaan Kediri
Goa Selomangleng, Tempat Pertapaan Puteri Raja Erlangga
Samsul Hadi - detikSurabaya

Kediri - Peninggalan Kerajaan Kediri di wilayah kota tidak hanya dari sejumlah peninggalan benda purbakala di Museum Airlangga. Goa Selomangleng di bagian bawah Gunung Klotok diyakini sebagai tempat pertapaan puteri Sri Aji JayabayaRaja Erlangga, Dewi Kilisuci, hingga mengantarkannya menjadi Nyi Roro Kidul.

Goa Selomangleng tepatnya berada di sisi timur Goa Selomangleng, dengan tampilan terdiri atas cekungan tak begitu dalam dan memiliki 2 pintu yang saling terhubung di
dalamnya. Berbeda pada perwujudan goa pada umumnya yang hanya bebatuan cadas, di bagian dinding Goa Selomangleng terdapat relief, termasuk di bagian pintunya.

"Yang di pintu itu Prabu Lono Seladono, dia dari Ponorogo dan dulu menjadi pengawal
setia Dewi Kilisuci," kata juru kunci Goa Selomangleng, Kanirin (80) menggambarkan
relief di bagian pintu kepada detiksurabaya.com yang menemaninya, Kamis (27/1/2011).

Di bagian dalam Goa Selomangleng, masih kata Kanirin, juga terdapat cekungan di kanan dan kirinya. Konon itu adalah lokasi Dewi Kilisuci bertapa, sampai mengantarkan menjadi Nyi Rodo Kidul, penguasa laut selatan.

"Dulu cekungan ini bisa terhubung langsung ke laut selatan, tapi sekarang sudah tidak lagi," sambungnya tanpa menjelaskan alasan hilangnya kemampuan magis di cekungan dalam tersebut.

Karena keberadaan Dewi Kilisuci sebagai mantan penghuninya, Goa Selomangleng saat ini dipercaya sebagai tempat yang juga mujarab untuk pemanjatan permintaan, tentnya sesuai dengan kepercayaan pelakunya. Itu dibuktikan dengan terus adanya pengunjung yang melakukan hal tersebut, yang bahkan tidak hanya dari kota dan Kabupaten Kediri.

"Ya namanya berusaha, boleh saja. Tapi mintanya tetap kepada Gusti (Allah), disini
hanya pelantarnya saja," tegas Kanirin.

Keistimewaan Goa Selomangleng sebagai lokasi pertapaan Dewi Kilisuci juga dibenarkan dalam catatan sejarah. Dosen Ilmu Sejarah UNP Kediri Zainal Afandi mengatakan, Dewi Kilisuci adalah puteri Raja Erlangga, sosok yang memecah wangsa Dharma Wangsa menjadi Panjalu dan Jenggala, cikal bakal berdirinya Kerajaan Kediri yang memiliki tak larut dalam urusan dunia, dengan memilih mengasingkan diri dalam pertapaan. Dewi Kilisuwi menolak menerima tahta dari ayahnya dan memilih menjauhkan diri dari kehidupan dunia dengan cara melakukan tapabrata.

"Kalau sekarang, dia itu lelaku makrifat. Tidak ingin larut dalam urusan dunia, termasuk rebutan tahta kerajaan dan memilih mengabdikan dirinya untuk kepentingan
agama," terang Zainal.

Zainal juga mengatakan, Goa Selomangleng konon juga menjadi tempat pertapaan Raja Erlangga, sesaat setelah membelah kerajaannya menjadi Panjalu dan Jenggala, serta menyerahkan tahta ke anak-anaknya tersebut.

Sementara informasi yang beredar, dalam perjalanan waktu Goa Selomangleng juga dikenal sebagai lokasi pertapaan favorit sejumlah petinggi bangsa, diantaranya proklamator Ir Soekarno atau Bung Karno. (bdh/bdh)

Minggu, 16 Januari 2011

ANTARA MATA DAN HATI

Mata adalah penuntun, dan hati adalah pendorong dan penuntut. Mata memiliki kenikmatan pandangan dan hati memiliki kenikmatan pencapaian. Keduanya merupakan sekutu yang mesra dalam setiap tindakan dan amal perbuatan manusia, dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain.
Ketika seseorang memiliki niat untuk melakukan sesuatu yang muncul dari dalam hati, maka dia memerlukan mata sebagai penuntunnya. Untuk melihat, mengamati, dan kemudian otak ikut bekerja untuk mengambil keputusan.
Bila seseorang memiliki niat untuk melakukan amal yang baik, maka mata menuntunnya kearah yang baik pula. Dan bila seseorang berniat melakukan suatu perbuatan yang tidak baik, maka mata akan menuntunnya kearah yang tidak baik pula.
Sebaliknya bisa pula terjadi, ketika mata melihat sesuatu yang menarik, lalu melahirkan niatan untuk memperoleh kenikmatan dari hal yang dilihatnya, maka hati akan mendorong mata untuk menjelajah lebih jauh lagi, agar dia memperoleh kepuasan dalam memandangnya. Sehingga Allah SWT memberikan kepada kita semua rambu-rambu yang sangat antisipatif, yaitu perintah untuk menundukkan pandangan:
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".
"Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang(biasa) nampak dari padanya." (QS.An Nuur: 30-31)
Demikianlah hal yang terjadi, sehingga ketika manusia terpuruk dalam kesesatan, maka terjadilah dialog antara mata dan hati, seperti yang dituturkan oleh seorang ulama besar Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah dalam bukunya "Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu".

Hati berkata kepada Mata

Kaulah yang telah menyeretku kepada kebinasaan dan mengakibatkan penyesalan karena aku mengikutimu beberapa saat saja. Kau lemparkan kerlingan matamu ke taman itu, kau mencari kesembuhan dari kebun yang tidak sehat, kau salahi Firman Allah, "Hendaklah mereka menahan pandangannya", kau salahi Sabda Rasulullah Saw, "Memandang wanita adalah panah beracun dari berbagai macam panah Iblis". Barangsiapa meninggalkannya karena takut kepada Allah Azza wa Jalla, maka Allah akan memberi balasan iman kepadanya, yang akan didapati kelezatannya di dalam hatinya". (H.R. Ahmad)

Sanggahn Mata terhadap Hati

Kau zhalimi aku sejak awal hingga akhir. Kau kukuhkan dosaku lahir dan batin. Padahal aku hanyalah utusanmu yang selalu taat dan penuntun yang menunjukkan jalan kepadamu. Engkau adalah Raja yang ditaati. Sedangkan kami hanyalah Rakyat dan Pengikut. Untuk memenuhi kebutuhanmu, kau naikkan aku ke atas kuda yang binal, disertai ancaman dan peringatan. Jika kau suruh aku untuk menutup pintuku dan menjulurkan hijabku, dengan senang hati akan kuturuti perintah itu. Jika engkau memaksakan diri untuk menggembala di kebun yang dipagari dan engkau mengirimku untuk berburu di tempat yang dipasangi jebakan, tentu engkau akan menjadi tawanan yang sebelumnya engkau adalah seorang pemimpin, engkau menjadi budak yang sebelumnya engkau adalah tuan. Yang demikian itu karena pemimpin manusia dan hakim yang paling adil, Rasulullah Saw, telah membuat keputusan bagiku atas dirimu, dengan bersabda: "Sesungguhnya di dalam tubuh itu ada segumpal darah. Jika ia baik, maka seluruh tubuh akan baik pula, dan jika ia rusak, rusak pula seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal darah itu adalah Hati." (H.R. Bukhori Muslim dan lainnya).

Abu Hurairah Ra. Berkata, "Hati adalah raja dan seluruh anggota tubuh adalah pasukannya. Jika rajanya baik, maka baik pula pasukannya. Jika raja buruk, buruk pula pasukannya". Jika engkau dianugerahi pandangan, tentu engkau tahu bahwa rusaknya para pengikutmu adalah karena kerusakan dirimu, dan kebaikan mereka adalah karena kebaikanmu. Jika engkau rusak, rusak pula para pengikutmu. Lalu engkau lemparkan kesalahanmu kepada mata yang tak berdaya. Sumber bencana yang menimpamu adalah karena engkau tidak memiliki Cinta kepada Allah, tidak menyukai Dzikir kepada-Nya, tidak menyukai Firman-Nya, 'asma dan Sifat-sifat-Nya. Engkau beralih kepada yang lain dan berpaling dari-Nya. Engkau berganti mencintai selain-NYA.
Demikianlah, Mata dan Hati, sepasang sekutu yang sangat serasi. Bila mata digunakan dengan baik, dan hati dikendalikan dengan keimanan kepada Allah SWT, maka kerusakan dan kemungkaran dimuka bumi ini tak akan terjadi. Namun bila yang terjadi adalah sebaliknya, maka kerusakan dan bala bencanalah yang senantiasa manyapa kita.
Ya Allah, bimbinglah kami, agar kami mampu mengendalikan Hati kami dengan keimanan kepada-Mu, Mengutamakan Cinta kepada-Mu, dan tidak pernah berpaling dari-Mu.

Allaahumma 'aafinii fii badanii, Allaahumma 'aafinii fii sam'ii, Allaahumma 'aafinii fii bashori. Ya Allah, Sehatkanlah Badanku, Sehatkanlah Pendengaranku, Sehatkanlah Penglihatanku. Aamiin.(*)